Rabu, 17 Februari 2010

Mendengarkan Yang Tak Terdengar


Tak mudah untuk memulai
Bukan tak mudah untuk mencoba
Berawal dari dorongan jiwa, pejamkan sejenak apa yang dapat terlihat
Mulailah dengar nyanyian daun yang tertiup angin
Dengarkan…dengarkan melalui ruang di hati yang terkadang hampa



Tak semua orang mampu mendengarkan, meskipun ia mempunyai kemampuan mendengar. Ya, setiap kita memang mampu mendengar, namun seberapa banyak dari kita yang mau mendengarkan? Mendengar tak butuh niat, karena dimanapun kita berada, kita dapat mendengar suara, di bis misalnya, kita mendengar sura seorang kenek yang menyebut jurusan mobil atau penumpang disamping kita yang sedang asyik menelpon, atau bahkan pengamen yang menyanyikan sebuah lagu, namun apakah kita mendengarkan mereka? Sungguh, sekalipun kita mendengar, belum tentu kita mendengarkan.

Mendengarkan membutuhkan niat dan konsentrasi, ia membutuhkan kelapangan jiwa untuk mengerti setiap pesan yang sampai. Betapa Rosulullah telah mengajarkan kita hakikat dari sebuah mendengarkan, ketika datang Utbah bin Rabi’ah salah seorang tokoh dari kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Islam, Rosulullah mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan tokoh tersebut, tanpa memotong pembicaraan sedikit pun. Ketika utusan tersebut selesai menyampaikan maksudnya, barulah Rosulullah menanggapi pesan yang disampaikan dengan santun. Sejatinya al-Qur’an pun telah memberi isyarat bahwa betapa perintah mendengarkan selalu disebut lebih dulu dari perintah melihat, sebagai contoh dapat kita lihat pada surat Al Isra: 36, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintakan tanggung jawabnya.”

Semua orang mampu mendengar, tapi hanya sedkit yang mau mendengarkan, dari yang sedikit tersebut berapa banyak yang mampu mendengar apa yang tak terdengar??? Entah, apakah memang Ia tak mempunyai kemampuan mendengar apa yang tak terdengar, atau memang tak ingin mendengarkan????

Suara hati…. Itulah hal yang seringkali terabaikan oleh kita, betapa seringkali hati kita ingin sekali didengar, tentang keluhnya, lelahnya ia bersama kita, lelah yang mungkin seringkali karena kemaksiatan yang kita lakukan karena melawan nurani kita, maksiat yang kadangkala kita tak sadar karena berawal dari hal-hal kecil, namun sejatinya hati kita menjerit untuk didengarkan jeritannya, adakah waktu untuk mendengarkannya????

Belajar mendengarkan suara hati, menjadikan diri kita lebih peka terhadap keadaan. Ia akan senantiasa memberi sinyal “pemberontakan” jika apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan tuntunan syari’ah. Sebaliknya, ia akan bersenandung teduh yang membawa hanyut diri kita ke alam kebahagian sejati dalam kehidupan. Dengarkan, dengarkan…mulailah mendengarkan suara hati yang kadangkala terabaikan oleh kita.


Merasakan dunia hati
Mendengarkan riuh rendah suara ombak bisikan yang menerjang
Menumpahkan tentang rasa yang tak tersampaikan
Suara hati yang terbawa terjangan angan yang hanya dapat didengar dengan hati
Terdampar dalam labuhan keringnya jiwa


Februari, 2010
* Untukmu Sahabatku: "Dengarkan kala desiran rindu dalam perjalanan kisah..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar